Mahluk Halus Untungkan Petambak Udang
Pembudidaya di dusun Sabbangparu desa Tasiwalie dan desa
Wiringtasi kecamatan Suppa, Pinrang sukses panen bandeng dan udang windu. Dalam
setahun pembudidaya di daerah itu bisa panen smpai lima kali berkat wereng
sebagai makanan alami bagi udang dan bandeng.
Ridwan, Idris dan Bahar yang menggarap puluhan hektar tambak
sudah enam tahun menikmati hasil panen komoditi perikanan tersebut. Sementara
petambak yang ada di tetangga desanya selalu mengeluhkan gagal panen. Wereng
atau were merupakan istilah dari petambak di daerah ini yang diperuntukkan
kepada “mahluk halus” yang menyerupai udang kecil seukuran jentik nyamuk yang
hidup merangkak di lapisan tanah dan lumut dasar tambak. Binatang renik
tersebut masuk dalam golongan udang-udangan atau krustaseae yang menjadi
makanan empuk bagi udang windu dan ikan bandeng. “Binatang ini hanya terdapat
di perairan sekitar teluk pare masuk ke muara sungai dan saluran tambak di desa
Tasiwalie dan Wiringtasi sehingga menjadi rezeki tersendiri bagi petambak di
sini maka kami menyebutnya were atau wereng,” kata Idris.
Wereng menjadi potensi lokal yang mampu menggenjot produksi
udang windu di daerah itu. Jika potensi lokal ini dikembangkan lebih luas maka
Pinrang ke depan akan meraih kembali predikat kejayaan udang windu seperti di
periode tahun 1980-an. Untuk menghidupkan wereng di tambak perlu pengetahuan
dan keterampilan khusus. Sebab jika salah dalam menumbuhkan maka akan menjadi
kompetitor ikan bagi udang dan ikan yang dipelihara. Tapi, jika tepat dalam
penanganan wereng maka cukup 70 hari pembudidaya bisa panen udang windu dengan
ukuran size antara 25-30 ekor/kg.
Pengalaman panen udang windu dengan makanan alami dari
wereng tambak juga dibuktikan oleh P, Kasau petambak di desa Wiringtasi. Namun
dirinya pernah gagal karena salah aplikasi dalam menangani wereng.”Waktu itu
populasi wereng cukup banyak menyebabkan terjadinya persaingan konsumsi oksigen
sehingga ikan dan udang yang dibudidayakan secara polikultur sulit
bernapas akhirnya mati,” ungkapnya.
Sukses budidaya tambak dengan metode wereng yang diraih
pembudidaya di Suppa tidak datang begitu saja. Menurut Idris, paling tidak
petambak harus memiliki 2-3 petakan tambak. Ketiga petakan tambak tersebut satu
diantaranya digunakan untuk menggelondongkan benur. Sedangkan petak lainnya
untuk penumbuhan dan perbanyakan populasi wereng dan petak pembesaran udang.
“Ketiga petakan itu nantinya tetap digunakan sebagai pembesaran udang dengan
sistim pindah,” kata Bahar.
Dijelaskan Idris, untuk mengembangbiakkan wereng di tambak
perlu dilakukan persiapan media yaitu dimulai pengeringan lahan dan
pemberantasan hama menggunakan saponin. Kemudian tambak dipupuk dengan urea,
TSP dan dedak. Dedak tersebut lebih dahulu dipermentasi menggunakan ragi roti
atau ragi tape lalu masukkan air sampai ketinggian 30 cm diatas pelataran
tambak. Jika pertumbuhan plankton untuk makanan wereng sudah tersedia maka
induk atau bibit wereng sebanyak 3 liter yang diperoleh dari stok di petakan
tambak lain. “Ketika wereng yang dikultur selama 20 hari populasinya
diperkirakan cukup untuk 15.000-20.000 ekor udang maka gelondongan udang
seukuran rokok dapat dipindahkan ke petak tempat kultur wereng,” jelas Idris.
Setelah dipelihara sekitar 45-50 hari udang sudah bisa panen
dengan ukuran size 40 ekor/kg. Namun petambak belum puas harga dengan ukuran
tersebut sehingga udang itu dipindah lagi ke petak yang lain dengan diberi
makanan tambahan berupa ikan rucah atau ikan kering sehingga dalam tempo satu
bonang (satu siklus pasang surut) ukuran udang sudah capai size 30-35
ekor/kg. “Cara seperti ini berulang hingga kami bisa panen udang lima kali dan
panen ikan dua kali setiap tahun dengan produksi udang bisa capai 1 ton dan
bandeng 2-3 ton,” kata Ridwan.
Pembudidaya yang akan mencoba memelihara udang dan
bandeng metode wereng perlu lebih awal membekali diri dengan pengetahuan dan
keterampilan dengan cara belajar dari petambak yang telah sukses. Sebab jika
salah dalam penanganan wereng akan berakibat fatal karena jika populasi wereng
berkurang bisa menyebabkan udang malas makan akhirnya mati total. Demikian
sebaliknya, udang dan bandeng akan mati total karena kekurangan oksigen akibat
populasi wereng berlebihan.